Tujuh tahun yang lalu,
aku mengikuti tes pertukaran pelajar dan aku pun tidak lolos. Kejadian ini
membuat semakin penasaran dengan luar negeri, bagaimana saljunya, bagaimana
orang-orangnya, bagaimana makananannya, bagaimana pendidikannya dan kesemua hal
yang menyangkut luar negeri. Kuakui aku bukanlah orang yang terlalu cinta pada
sosok tradional karena aku moderat. Begitulah cara pikirku pada waktu itu.
Menjelang memasuki kuliah keinginan ke luar negeri muncul
kembali karena sosok yang dikagumi oleh orang-orang disekitarku adalah
orang-orang yang berhasil keluar negeri entah itu untuk melanjutkan kuliah,
menghadiri konferensi atau mengkuti lomba. Sungguh sangat prestatif. Akupun iri
dengan orang-orang yang diberi kesempatan ke luar negeri. Tapi itulah aku, aku
hanya meluap-luap didalam tapi tidak bergejolak diluar. Ingin hanya sebatas
ingin. Tidak bertindak. Mengapa? Pikiran dan hati saling bertentangan.
Pentingkah itu?Apa yang benar-benar kau inginkan? Buat apa kamu seperti itu? Untuk
gengsikah? Untuk diakui bahwa kamu hebat? Ku akui aku akan menjawab YA. YA aku
ingin dianggap kalau aku hebat. Semakin aku berpikir untuk dianggap hebat
semakin hebat pertentanganku. Aku juga tidak ingin dianggap hebat dalam hal
apapun karena demikianlah adanya bahwa aku memang tidak hebat, seorang manusia
biasa. Lalu untuk apa ke luar negeri?
Hari Minggu tanggal 4 Oktober 2015, aku mengikuti kajian
Tafsir Ibn Katsir oleh Ustadz Hafidz Al Musthofa, LC. Materi kajian itu adalah
Tafsir surat Al-Quraisy yang mana dalam penutupnya ustadz memberikan jawaban
atas kegundahanku selama ini bahwa segala hal yang tidak diniatkan ibadah oleh
manusia kepada Rabb.nya maka perbuatan itu sia-sia. Bahkan Syakhul Islam Ibn
Taimiyyah mendefinisikan arti ibadah secara gamblang bahwa Ibadah adalah istilah yang mencakup semua dicintai oleh Allah baik itu
ucapan, tindakan maupun batin. Ustadz Hafidz juga menjelaskan faedah surat
Al-Quraisy bahwa semua kesuksesan dan semua kesejahteraan adalah karena Allah.
Jika manusia mengakui bahwa nikmat yang mereka dapat karena hasil dari kerja
keras atau dari keseriusan mereka berusaha maka mereka sedang “Kufur Nikmat”.
Namun, apabila manusia mengakui bahwa kesuksesan yang mereka peroleh adalah
nikmat Allah karena dia pintar atau pekerja keras maka mereka dinamai “Takabbur”.
Lalu apa yang harus dilakukan? Yang
harus dilakukan adalah bersyukur. Bersyukur karena semua nikmat datangnya dari
Allah, manusia sama sekali tidak boleh merasa hebat. Bisa jadi Allah mencabut
kenikmatan otak sehingga dikenai penyakit karenanya.
Jika ke luar negeri dalam rangka ibadah, ibadah seperti
apa? Menuntut ilmu? Menuntut ilmu keduniaan seperti menuntut ilmi bisnis di
Harvard Bussiness School seperti yang kuinginkan? Aku ingin menjadi pengusaha
sukses namun sama sekali tidak tertarik untuk menjadi hafidzah. Salahkah aku? Aku
ingin mempelajari ilmu bisnis supaya sejahtera di dunia namun aku tak mau
mempelajari ilmu agama agar selamat di akhirat?
Akhirnya, aku membulatkan keputusanku untuk mempelajari
ilmu agama, sedikit-sedikit, jatuh bangun karena memang aku bukanlah seorang
yang konsisten. Seseorang dianggap bermanfaat tidak hanya karena dia lulusan
luar negeri bukan? tidak
harus ke luar negeri untuk mencari ilmu, sedangkan di universitas
kehidupan aku hanya mempelajari sedikit. namun, aku juga tidak menutup
kemungkinan untuk berangkat kesana dan kembali menata niat agar tidak
tergelincir. "Seseorang tetap mendapat kehormatan karena ilmunya, karena
ketulusan dia dalam mencari dan menebarkan ilmu. Barangsiapa mempunyai
sumbangan pada kemanusiaan, dia tetap terhormat sepanjang zaman, bukan
kehormatan sementara. Mungkin orang itu tidak mempunyai sahabat, mungkin tidak mempunyai kekuasaan barang secuwil pun.
Namun, umat manusia akan menghormati karena jasa-jasanya. Dan orang tak mungkin
memberikan sumbangan pada kemanusiaan tanpa ilmu da pengetahuan yang luas, yang
menyumbarambahi. Tidak mungkin kalau orang itu berjiwa budak karena kekangan
takhayul. Dia pasti orang yang berjiwa bebas yang tidak memerlukan
ketakutan-ketakutan tanpa guna. Pramoedya Ananta Toer”
Hasil kontemplasi sederhana ini aku menemukan formula,
belum aku lakukan secara konsisten tetapi paling tidak, akan mengakhiri beban
batin karena sungguh beban batin akan menghambat jalanku. Maju tidak mundur
tidak. Karena aku harus maju, maka aku akan mencoba formula “ ONE DAY ONE JUZ.
ONE WEEK ONE BOOK. ONE WEEK HAVE A DEAL FOR MY BUSINESS. ONE WEEK ONE ARTICLE. “
Segala sesuatu karena Allah, aku hanya berusaha tanpa
memikirkan hasil tanpa memikirkan apapun selain Dia. Agar hatiku juga tenang
karena aku tak akan takut dan khawatir oleh apapun di dunia ini. Semoga bisa
istiqomah. Mohon maaf karena ilmuku masih sedikit pengetahuanku kurang, aku
hanya bisa menulis seperti sketsa.
Surabaya, 5 Oktober
2015